Rabu, 14 April 2010

Nenek Moyangku Seorang Pelaut


ket.: Relief Borobudur
Kapal Samudera Raksa


Nenek moyangku orang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa


Sepenggal bait lagu tersebut tampaknya sudah biasa kita dengar. Dari lagu itu kita dapat membayangkan bahwa kita memiliki nenek moyang pelaut, yang gagah dan pemberani. Indonesia memang dikenal sebagai bangsa maritim, paling tidak karena sejak zaman dahulu penduduk di kepulauan nusantara ini dikenal sebagi pelaut dan juga karena wilayah laut Indonesia lebih luas dibandingkan wilayah daratannya.

Keberanian dan ketangguhan itu, mereka buktikan jauh sebelum Columbus menyeberangi Samudra Atlantik dan menemukan benua baru Amerika pada tahun 1492 atuau Fasco da Gama pada tahun 1498 yang mulai menjelajahi dunia timur dengan panji-panji juspatronatus yang dikeluarkan Tahta Suci pada 4 Mei 1493. Para pelaut Indonesia biasa menggunakan perahu yang tak bisa dikatakan besar. Sebagai penyeimbang, mereka memakai cadik, baik yang ganda maupun yang tunggal. Bahka kapal-kapal bercadik tunggal tak hanya untuk pelayaran antar pulau di Indonesia, tetapi untuk berlayar ke India dan Madagaskar. Dalam pelayarannya ke Timur, para pedagang-pelaut Nusantara di jaman bahari bisa mencapai Hawai dan selandia Baru yang berjarak lebih dari 2.000 mil.

Akan tetapi masa kejayaan pelaut Indonesia-pun tinggal kenangan manis. Banyak orang meyakini bahwa relief kapal di Candi Borobudur tersebut adalah gambaran perahu yang digunakan pedagang-pedagang Indonesia menyebrangi samudra hingga ke Afrika. Menuru J. Innes Miller (The Spice Trade of the Roman Empire), kapal-kapal orang Indonesia pada abad ke 8 dilengkapi dengan cadik seperti yang terpahat di dinding candi di Jawa Tengah itu.

Sumber:
http://konservasiborobudur.org/?p=9

Tidak ada komentar: