Senin, 12 April 2010

Perdagangan Ilegal dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Jika kita membaca judul tersebut mungkin terdengar aneh..lah apa hubunganya perdagangan ilegal dengan perjuangan Bangsa Indonesia?? dimana-mana perdagangan ilegal pasti merugikan bangsa ini..contohnya saja saat ini, banyak perdagangan ilegal seperti kayu, pasir, BBM dan lain sebagainya ke negara-negara tetangga antara lain Malaysia dan Singapura. Ataupun sebaliknya, banyak barang-barang ilegal yang masuk ke Indonesia tanpa membayar pajak terlebih dahulu. jelas, itu semua berdampak buruk bagi bangsa Indonesia.

Tetapi tidak dengan cerita perdagangan ilegal yang terjadi sekitar tahun 1945-1949.
Setelah mengumumkan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, selanjutnya banyak terjadi pertempuran di mana-mana, karena ketika itu Belanda dengan berbagai cara berusaha untuk dapat menduduki dan berkuasa kembali di wilayah nusantara ini. Usaha tersebut mendapat tantangan dan perlawanan yang tidak pernah berhenti dari rakyat Indonesia.

Melihat kondisi tersebut pemerintah tidak dapat berbuat banyak, mengingat kondisi pemerintah RI belum kuat, baik secara institusional maupun secara fisik yaitu dengan sering terjadi pergantian kabinet dan perubahan kebijaksanaan pemerintah. Pada masa revolusi fisik tahun 1945-1949, pergantian kabinet terjadi sebanyak lima kali yaitu Kabinet Soekarno-Hatta, Syahrir I (14 Nopember 1945), Syahrir II (12 Maret 1946), Amir Syarifuddin (5 Juli 1947) dan Kabinet Hatta (29 Januari 1948). Bersamaan dengan pergantian kabinet, terjadi juga perubahan kebijaksanaan di bidang ekonomi dan politik berupa diplomasi dan perdagangan khususnya perdagangan laut.

Konflik politik tersebut terus dimanfaatkan oleh Belanda dengan terus mengadakan kontak senjata dan perundingan-perundingan yang kemudian diingkarinya. Ini merupakan politik ‘adu domba’ Belanda, agar pemerintahan RI terjadi perbedaan dan perdebatan yang berakhir dengan perpecahan antara orang Indonesia sendiri. Situasi perang saat itu tentu saja sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi. Terlebih lagi, Belanda dalam usaha menguasai kembali Indonesia melakukan aksi di bidang perekonomian dengan politik blokade ekonomi.

Politik blokade ekonomi ini merupakan usaha Belanda untuk menutup seluruh wilayah Indonesia bagi barang-barang yang masuk maupun yang keluar baik melalui jalur udara, darat dan khususnya jalur laut. Dengan kekuatan angkatan lautnya, Belanda berusaha memotong hubungan perdagangan dan pelayaran laut RI dengan Negara lain maupun antar pulau di wilayah Indonesia.

Blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda bertujuan untuk menghambat perdagangan Indonesia dan menghalang-halangi untuk mendapatkan persediaan barang-barang yang diperlukan dalam perang atau pertahanan diri. Dengan menekan pedagang-pedagang Indonesia, aktivitas pelayaran dan perdagangan laut terhambat dan bisa mengakibatkan semakin hancurnya ekonomi Indonesia. Selanjutnya diharapkan Indonesia dapat dengan mudah untuk dikuasai kembali oleh Belanda.

Usaha Menembus Blokade Laut Belanda
Jika aktivitas pelayaran dan perdagangan Indonesia terhenti karena adanya blokade Belanda di seluruh wilayah Indonesia, maka akan sangat berpengaruh terhadap aktivitas Indonesia di luar negeri baik dibidang politik maupun ekonomi. Dengan demikian untuk mempertahankan kedua aktivitas tersebut, pemerintah Indonesia berusaha menembus blokade Belanda dengan berbagai cara. Diantaranya dengan menggunakan kapal tongkang, speedbooat dan lain-lain. Akan tetapi operasi menembus blokade laut Belanda dengan menggunakan cara tersebut tidak selamanya berhasil. Kegagalan itu selain karena blokade laut Belanda yang semakin ketat, juga karena peralatan patroli Belanda semakin canggih/modern.

Selama operasi menembus blokade laut Belanda, Indonesia juga mendapat dukungan dan bantuan dari para pedagang asing antara lain pedagang Cina, Inggris, India, Melayu dan lain-lain. Dukungan dan bantuan itu salah satunya berupa pemberian tumpangan bagi para utusan/wakil-wakil Indonesia dan kadang-kadang menjadikan mereka sebagai ABK (anak buah kapal) untuk sementara.

Usaha untuk menembus blokade laut Belanda juga dilakukan oleh TNI AL dan pedagang-pedagang pribumi serta pedangan asing dari Cina, Melayu, India. Usaha untuk menembus blokade laut Belanda tersebut menggunakan teknik “silent raid”, yaitu dengan menyusuri pantai-pantai pada malam hari. Di samping itu operasi ini juga memanfaatkan pelabuhan-pelabuhan kecil/rakyat dan muara sungai untuk menghindari patroli dari Belanda, antara lain pelabuhan Bilik, Tanjung Batu, Tanjung Balai, Muntok, Muara Sungai paneh, dan lain-lain.

Pelayaran dan Diplomasi
Aktivitas pelayaran dan perdagangan ilegal yang telah dijelaskan sebelumnya ternyata banyak memberikan dukungan dan sumbangan bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari rongrongan penjajah Belanda. Selain memberikan sumbangan dalam bidang ekonomi, aktivitas tersebut juga memberikan dukungan dalam bidang politik yaitu kaitannya dengan hubungan luar negeri.

Dengan adanya situasi yang sangat genting akibat usaha Belanda untuk berkuasa kembali di Indonesia melalui tindakan militer/agresi dan pemblokadean seluruh Indonesia, maka pemerintah Indonesia mengambil kebijaksanaan untuk menyelesaikan masalah Indonesia-Belanda dengan jalan perundingan. Untuk mendukung kebijaksanaan tersebut pemerintah tetap melakukan aktivitas pelayaran dan perdagangan ekspor-impor. Aktivitas ini harus tetap dilakukan karena dengan adanya aktivitas pelayaran dan perdagangan, kebutuhan yang mendesak yaitu ekonomi dan militer untuk sementara dapat dipenuhi. Selain itu diplomasi dengan negara-negara lain juga sangat diperlukan untuk mendukung posisi Indonesia di dunia internasional. Oleh karena itu tetap eksisnya aktivitas pelayaran dan perdagangan sangat menguntungkan Indonesia.

Keberhasilan aktivitas tersebut terbukti dengan keberhasilan Indonesia mendirikan kantor-kantor perwakilan di luar negeri. Kantor perwakilan Indonesia yang pertama kali dibuka yaitu di Singapura tahun 1947. Singapura merupakan satu-satunya tempat yang paling mudah dijangkau secara fisik geografi dan sebenarnya sepanjang tahun 1946 dan 1947 telah banyak pemuda-pemuda Indonesia yang pergi ke Singapura.
Mereka berangkat dari tempat-tempat di pantai Jawa dan Sumatera dengan memakai kapal-kapal tongkang. Pemuda-pemuda yang pergi ke Singapura tersebut merupakan wakil/utusan dari berbagai instansi/kelompok seperti dari kementrian Luar Negeri RI, ALRI pangkalan IV Tegal, kementerian pertahanan RI dan lain-lainnya. Pada dasarnya Singapura bagi Indonesia merupakan tempat dan pusat aktivitas diplomatik atau politik dengan dunia luar.

Selama perundingan dengan Belanda pemerintah Indonesia sangat memerlukan berita Internasional yaitu pandangan dan pendapat negara-negara anggota PBB terhadap tindakan yang dilakukan Belanda di Indonesia. Hal ini sangat diperlukan karena dengan adanya respons dan dukungan serta dorongan negara-negara lain akan menambah keyakinan dan semakin kuatnya kedudukan Indonesia di dunia Internasional. Dengan demikian pemerintah Indonesia dapat menempatkan wakil-wakil diplomatiknya di berbagai negara.

Perwakilan-perwakilan Indonesia yang dapat dibuka antara tahun 1947-1950 adalah Penang (Syahrudin), Rangoon (Maryunani), Bangkok (Izak Mahdi), New Delhi (Dr. Sudarsono), Karachi (Idham), Kabul (Mayjen Abdul Kadir), Kairo (H. Rosyidi), London (Dr. Subandrio), New York (L.N. Palaar), dan Canbera (Mr. Oesman Sastroamidjoyo). Dengan dibukanya lembaga perwakilan di berbagai negara menunjukan bahwa aktivitas pelayaran dan perdagangan sangat besar sumbangan dan dukungannya bagi perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaannya.

Pada hakikatnya dasar dan jiwa dari perjuangan bangsa Indonesia dalam usaha mempertahankan kemerdekaan adalah adanya hasrat untuk mencari atau mendapatkan hubungan persahabatan dengan negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian jelaslah bahwa hubungan antara bangsa dan negara dalam masyarakat dunia sangat penting. Persahabatan yang terjalin dengan erat akan membuahkan adanya rasa tanggung jawab dan tolong-menolong antar sesama negara.
Dengan cara demikian diharapkan para duta atau wakil diplomatik Indonesia di Luar negeri dapat semakin mempererat tali persahabatan, sehingga akan memunculkan rasa simpati terhadap Indonesia yang mendapat tekanan dari Belanda. Akan tetapi jalinan tali persahabatan ini, pada akhirnya tidak hanya memunculkan rasa simpatik saja tetapi juga berupa tindakan-tindakan kecaman antara lain dengan mengusulkan supaya Belanda dikeluarkan dari PBB maupun dengan penghentian bantuan bagi Belanda yang dilakukan negara-negara sekutunya.

Daftar Pustaka
Loebis, Aboe Bakar. 1992. Kilas Balik Revolusi: Kenangan Pelaku dan saksi. Jakarta: UI Press, 1992.
Moedjanto, G. 1988. Indonesia Abad ke-20 Jilid I, dari Kebangkitan Nasional sampai Linggrjati. Yogyakarta: Kanisius.
.Indonesia Abad ke-20 Jilid II, Dari Perang Kemerdekaan I sampai Pelita III. Yogyakarta: Kanisius
Muchtar, Kustiniyati. 1992. Memoar Pejung RI seputar Zaman Singapura 1945-1950. Jakarta: Gramedia.
Nasution, A.H. 1978. Sekitar Perang Kemerdekaan RI 4. Bandung: Disejarah AD dan Ankasa
Tim Disej. TNI AL. 1973. Sejarah TNI Angkatan Laut Periode Perang Kemerdekaan 1945-1950. Jakarta: Disej. TNI AL.
Yong Mun Cheong. “Indonesia’s Singapura Connection 1945-1949”, makalah Konferensi Internasional Revolusi Nasional, Jakarta 11-14 Juli 1995.

Tidak ada komentar: